Jumat, 29 Juli 2011

Anakku sakaw belajar. What should I do?...

Mau cerita sedikit (eh nggak janji deh bakal dikit) tentang si calon kakak yang tingkat kesukaannya belajar mulai bikin khawatir dan belajarnya itu yang model pelajaran anak SD seperti penjumlahan, pengurangan, dikte dll. Call me emak lebay, tapi saya maunya dia seperti anak usia 5thn pada umumnya, yang menghabiskan sebagian besar waktunya dengan bermain bukannya malah mikirin pelajaran yang belum waktunya dia pelajari. Bayangin, untuk anak seusianya bisa mengerjakan 10-15 buah soal penjumlahan dengan satuan ratusan dalam waktu kurang dari 5 menit sudah termasuk hebat kan? apalagi mengingat di sekolahnya belum diajarkan.

Nggak ingat juga kapan dia mulai maniak belajar. Yang jelas waktu dia masih kelas Bintang Besar A (TK A) gurunya pernah menanyakan cara belajar yang mimi terapkan di rumah. Mimi cuma terangkan kalau Marty tidak pernah secara serius kami ajarkan calistung, biasanya sambil bermain aja. Ternyata menurut gurunya dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya (yang sebagian ikut les baca tulis dan Kumon di luar jam sekolah) kemampuannya justru menonjol.

Nah, sejak dia naik kelas ke TK B mulai kelihatan deh rasa penasarannya, terutama terhadap angka-angka. Awalnya dia cuma tau penjumlahan dan pengurangan sederhana seperti yang diajarkan di sekolah. Misalnya 7 + 2 atau 9 - 4 yang bisa dihitungnya dengan bantuan jari tangan. Suatu hari sambil main dia nanya ke Mimi bagaimana cara menghitung angka yang banyak, yang sudah tidak bisa menggunakan jari. Waktu itu sambil lalu Mimi contohkan penjumlahan bersusun memakai angka puluhan. Ternyata sekali itu aja dia langsung bisa dan minta diberi soal. Awalnya Mimi kasih 1 atau 2 soal, supaya dia nggak penasaran. Tapi setelah itu minta lagi dan lagi. Kalo Mimi menolak dia langsung bikin soal sendiri dan menjawab sendiri hasilnya . Jadi dalam waktu beberapa minggu di TK B ini dia sudah bisa penjumlahan / pengurangan dalam angka ratusan dengan sangat cepat

Jadi daripada dia belajar sendiri dan nggak terarah akhirnya Mimi selalu temani. mimi yang beri soal nanti dia tinggal jawab dan nanti kita periksa hasilnya sama-sama. Yang bikin Mimi sedikit khawatir yaitu intensitas belajarnya. Biasanya pulang sekolah sambil nunggu jam makan siang dia main atau baca buku. Tanpa ditanya pun dia pasti nyerocos apa aja kegiatannya hari itu di sekolah. Selesai makan siang biasanya dia langsung nagih belajar. Nanti sebelum tidur malam dia baca buku dan minta belajar lagi. Dari yang awalnya puas diberi 3-5 soal sekarang 20 soalpun dia nggak cukup. Nah, sudah beberapa hari ini dia selalu membawa buku tulis dan tempat pensilnya ke mana-mana. Setiap bosan bermain dia pasti cari Mimi minta diberi soal. Terus terang Mimi sudah mati gaya mau diberi soal apalagi. Kalo membaca dan menulis dia sudah lancar, jadi dia menolak kalau diberi soal baca-tulis. Pengetahuan umumnya juga lumayan, karena selain rajin baca ensiklopedia junior dia juga suka browsing, hehehe... Beneran lho, kalo ada pertanyaannya yang Mimi jawab dgn tidak memuaskan dia pasti nanya langsung ke Google *tepok kidat*. Selain itu dia suka nonton dan download video di Youtube ttg hal-hal yang dia ingin tau. Dia bisa cerita dengan lancar berapa berat anak gajah yang baru lahir atau ada hewan yang namanya pistol crab / pistol shrimp yang 'tembakannya' bisa sampai mengacaukan sistem navigasi kapal selam. Dan dalam hal belajar ini  sepertinya dia lebih tertarik dengan soal matematika. Mimi sudah variasikan jenis soalnya, mulai dari pejumlahan /pengurangan bersusun, garis bilangan, melengkapi angka yang hilang, roda angka dan sebagainya. Semua dikerjakan dengn mudah. Mimi berani bilang kemampuan matematikanya sekarang sama dengan anak kelas 3 SD. Gawatnya sekarang dia mulai tau ada yang namanya perkalian (tau dari sampul belakang buku mewarnai) dan mulai minta diajari. Jelas aja Mimi nolak, karena merasa belum waktunya dia belajar perkalian. Dia sih penasaran, itu tabel perkalian dibaca terus. Kayaknya dia lagi berusaha memecahkan polanya, kenapa sekian dikali sekian hasilnya sekian.

Oh iya, kalo ditanya kenapa Mimi khawatir, jawabannya karena dari hasil konsultasi dengan psikolog (bukan Mimi sih yang konsultasi tapi kakaknya Mimi yang mengkonsultasikan anaknya) anak itu siap belajar pada usia 6 thn. Sebelum usia itu dia berhak bermain sepuas hatinya. Anak yang dipaksakan belajar sebelum usia matangnya mungkin bisa mengikuti dan mau menerima tapi di kemudian hari dikhawatirkan akan menemui kendala. Entah itu bosan, masalah dalam pergaulan dsb. Cuma dilemanya buat Mimi kan Marty tidak pernah dipaksa atau disuruh belajar. Kadang Mimi suka miris deh dengar ibu-ibu curhat di sekolah tentang gimana susahnya nyuruh anaknya belajar. Lah kalo anak orang sampai harus dipaksa belajar ini anaknya Mimi malah harus maksa emaknya supaya mau ngajarin

Sementara ini Mimi mengalihkan perhatiannya dari belajar serius ke belajar bahasa Inggris. Belajarnya juga sambil main kok. atau kalau dia lagi baca-baca Ensiklopedia nya trus dia tanya-tanya, apa bahasa Inggrisnya gunung berapi, gajah laut, jamur beracun dsb, Mimi jawab aja. Terusnya Mimi kepikiran mau ngajakin dia bikin science project aja, misalnya percobaan2 ilmiah sederhana gitu. Abis kaya'nya project-project yang dari sekolah masih dirasa kurang seru oleh Marty. Ini lagi mengumpukan materi nih mau dipilih-pilih mana sekiranya yang cocok untuk anak TK.

 Ada ide kira-kira apa aja ya percobaannya, yang nggak ribet dan bahannya mudah didapat